Kamis, 14 Mei 2015
Huruf Braille
Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang tunanetra. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil.
Bahasa Isyarat
Bahasa Isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.
Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama.
Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan ada dua sistem adalah BISINDO (Berkenalan Dengan Sistem Isyarat Indonesia) yang dikembangkan oleh Tuna rungu sendiri melalui GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia) dan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) hasil rekayasa orang normal bukan hasil dari Tuna rungu sendiri yang sama dengan bahasa isyarat America (ASL - American Sign Language). Jadi saya sarankan memakai sistem isyarat buatan tuna rungu sendiri adalah BISINDO
Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama.
Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan ada dua sistem adalah BISINDO (Berkenalan Dengan Sistem Isyarat Indonesia) yang dikembangkan oleh Tuna rungu sendiri melalui GERKATIN (Gerakan Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia) dan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) hasil rekayasa orang normal bukan hasil dari Tuna rungu sendiri yang sama dengan bahasa isyarat America (ASL - American Sign Language). Jadi saya sarankan memakai sistem isyarat buatan tuna rungu sendiri adalah BISINDO
Rabu, 13 Mei 2015
Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan
karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.
Tunadaksa
Tunadaksa atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :
- a. Penyandang cacat fisik;
- b. Penyandang cacat mental;
- c. Penyandang cacat fisik dan mental;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
Tunagrahita
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
- Lemah pikiran (Feeble Minded)
- Terbelakang mental (Mentally Retarded)
- Bodoh atau dungu (Idiot)
- Pandir (Imbecile)
- Tolol (Moron)
- Oligofrenia (Oligophrenia)
- Mampu Didik (Educable)
- Mampu Latih (Trainable)
- Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat
- Mental Subnormal
- Defisit Mental
- Defisit Kognitif
- Cacat Mental
- Defisiensi Mental
- Gangguan Intelektual
Tunarungu
Tunarungu adalah kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.
Tunanetra
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang
yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya.
Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tuna netra dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis merah horizontal.
Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra
berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti,
perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak
sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya
di bidang musik atau ilmu pengetahuan.
Perkenalan
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk
kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi
teks bacaan menjadi huruf Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis
pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal
32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.
PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta
didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b.
tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g.
berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan
motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang,
dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.
Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi
peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan
jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2)
Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan
pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan,
dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa
Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara
terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.
Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu
atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB,
SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar
jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus
diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan.
Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing
sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan
seorang kepala sekolah.
Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan
adalah INTEGRASI ANTAR JENIS. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah)
dapat memberikan layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama
perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima
layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan
perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada
jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.
Penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang
menggunakan Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga
dengan integrasi antar jenis. Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi
ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam prakteknya
seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB.
Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara kepada siswa SDLB,
SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang
berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan
karakteristik rentang usia.
Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya
di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk
tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa,
SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Pemerintah sebenarnya ada kesempatan memberikan perlakuan yang sama
kepada Anak Indonesia tanpa diskriminasi. Coba renungkan kalau bisa
mendirikan SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri untuk anak bukan ABK,
mengapa tidak bisa mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB
Negeri bagi ABK. Hingga Juni tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah dan DIY
baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berkenan mendirikan SDLB Negeri,
SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri sebagai
satuan pendidikan formal. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap tidak
mempermasalahkan kewenangan siapa pengelolaan satuan pendidikan khusus,
akan tetapi semata-mata didasari oleh kebutuhan masyarakat sebagai warga
negara yang berdomisili di wilayahnya.
Langganan:
Komentar (Atom)